“Demokrasi dan Pelaku Demokrasi (Opini ini pada tahun 2013 telah dimuat di salah satu koran lokal)



Sistem demokrasi sebenarnya membawa angin segar bagi kesadaran perpolitikan masyarakat. Masyarakat pada umumnya berharap banyak dari sistem demokrasi itu sendiri. Kurang lebih ada beberapa hal urgen yang diharapkan masyarakat dari demokrasi. Pertama, dengan demokrasi diharapkan keputusan-keputusan yang menentukan kehidupan kolektif  selalu berdasarkan pada pertimbangan publik yang luas. Kedua, demokrasi diharapkan dapat mengurangi ketidakadilan dan membuat pengorganisasian kehidupan kolektif yang lebih rasional. Ketiga, demokrasi juga diharapkan dapat melindungi kebebasan warga negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Keempat, demokrasi juga diharapkan dapat menjamin kebebasan, hormat terhadap martabat manusia, adanya kedaulatan rakyat/popular sovereignity, kesamaan politik/political equality, adanya konsultasi dan dialog dengan masyarakat/popular consultation, keadilan, keamanan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih matang dan mandiri. Kelima, demokrasi juga diharapkan dapat mengorganisir kehidupan bersama berazaskan pada kehendak umum dengan  prinsip partisipatif, representatif, akuntabilitas dan transparansi.

Atau secara substansial dikemukan oleh Romo Max Regus, Pr dalam bukunya yang berjudul “Tobat Politik”: Pertama, demokrasi sebagai metode politik harus dipergunakan untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi optio fundamentalis keberadaan sebuah komunitas politik. Kedua, demokrasi sebagai mekanisme politik dapat membangun legitimasi politik. Ketiga demokrasi harus menjadi basis etik perilaku politik dengan melakukan pemujaan total pada masa depan kemanusiaan dan semangat egaliter antar warga negara. 

Secara singkat dapat dikatakan bahwa demokrasi harus mengedepankan aspek keadilan, kesejahteraan, kesetaraan dan kemerdekaan sebagai nilai-nilai mutlak dalam keseluruhan metode dan mekanisme demokrasi itu sendiri untuk menata kembali dinamika perjalanan bangsa dan negara ini. Namun dalam realitanya nilai-nilai yang diusung demokrasi belum terimplementasi secara baik dan benar. Banyak orang masih merasa kecewa ketika menyaksikan dan mengalami bahwa demokrasi tidak secara otomatis menghasilkan apa yang diharapkan. Dalam praksisnya mekanisme demokrasi cenderung dikuasai oleh pribadi atau kelompok tertentu yang mempunyai kuasa dan uang. Bahkan sistem demokrasi dijadikan arena untuk mencari kambing hitam dalam setiap problematika politik antar agen-agen pemegang kekuasaan. Problematika yang kian marak terjadi dalam sistem demokrasi ini telah merongrong nilai-nilai substansial yang diusung demokrasi itu sendiri. Problematika ini bukan hanya krusial terjadi pada tataran nasional tetapi telah menjalar sampai ke daerah-daerah bahkan di daerah yang masih berjuang membangun dinamika demokrasi itu sendiri.

Ada begitu banyak kasus yang sudah terjadi di daerah-daerah yang telah menodai nilai-nilai substansial yang diusung sistem demokrasi. Salah satu contoh misalnya kriminalisasi di ranah hukum dan politik. Problematika yang syarat kepentingan ini akhirnya membuat demokratisasi yang berusaha di bangun ternodai. Herannya pelaku penyebab problematika ini adalah pribadi atau institusi tertentu yang menjadi pemimpin dan pengayom nilai-nilai demokrasi bangsa ini. Sejalan dengan harapan publik akan jatidiri kebenaran maka problematika yang terjadi ini perlu dicari akar penyebabnya sampai tuntas. Jika tidak sistem demokrasi yang menjadi kerangka bangunan dinamika kehidupan bangsa kita hanya dijadikan tempat persembunyian para pengkhianat sistem demokrasi itu sendiri.

Gagalkah Demokrasi ?
Apakah memang sistem demokrasi gagal? Sistem demokrasi tidak gagal. Yang gagal adalah para pelaku pelaksana demokrasi itu sendiri. Dalam konteks perpolitikan di negara kita makna demokrasi itu sering digagalkan oleh pribadi atau kelompok tertentu yang mengatasnamakan dirinya sebagai representatif masyarakat. Makna demokrasi sering dipraktekan secara semena-mena hanya demi prestise, uang dan kuasa. Akibatnya kompetisi politikpun menjurus pada konflik kepentingan yang tidak pro rakyat. Bahkan dengan uang dan kuasa, nasib dan kepentingan masyarakat kecil dipermainkan.

Melihat realitas politik demikian sebagai masyarakat sebagai pelaku demokrasi kita tidak boleh berpangku tangan. Jika demokrasi tetap menjadi pilihan untuk menata masa depan bangsa kita maka mekanisme dan proses demokrasi harus selalu dikontrol dan dikoreksi secara efektif dan kontinuou. Para pelaku demokrasi juga terus menjaga agar makna demokrasi tetap dipayungi hukum yang jelas dan diimplementasikan secara pasti. Bertindak untuk dan bersama orang lain dalam sistem demokrasi ini harus berlangsung dalam kerangka institusi-instusi yang adil. Hal ini dimaksudkan agar makna demokrasi tidak di kebiri oleh pribadi atau kelompok tertentu yang mempunyai kuasa dan uang.

Kita sebagai pelaku demokrasi juga tidak sebebas mungkin menyerahkan demokrasi pada para maniak kekuasaan yang hanya mendamparkan masyarakat pada sederetan kekecewaan politik. Bukan juga kepada para politikus yang hanya memainkan janji-janji manis politiknya. Masyarakat tidak membutuhkan para politikus “kutu loncat” yang hanya tahu memborbardir ladang demokrasi dengan janji-janji semu. Sebaliknya, masyarakat lebih membutuhkan sosok politikus yang “kutu politik” yaitu politikus yang mau mengakrabi politik demi bonum commune (kebaikan bersama)  khususnya mengabdikan hidup bagi desahan dan rintihan rakyat yang paling miskin  dan tidak berdaya.

Hannah Arend dalam tulisan Rm. Dr. Haryatmoko, SJ, mengatakan bahwa politik merupakan seni untuk mengabdikan diri kepada manusia. Mengabdikan diri merupakan seni untuk dikenang oleh masyarakat dan dicatat sejarah karena jasa-jasa dan prestasi dalam membangun kehidupan bersama. Jasa dan prestasi itu menandai kepedulian terhadap kehidupan bersama yang memberi bobot identitas pelaku demokrasi itu sendiri. Budaya politik yang baik adalah bila politik mampu menjamin prinsip-prinsip kebebasan, kesetaraan, keadilan dan solidaritas. Dalam politik santun ini dimungkinkan adanya pengakuan timbal balik dan hubungan fair di antara para pelaku demokrasi.

Harapan….
Ini bukan akhir dari ziarah panjang untuk membuktikan kebenaran dan kesahihan pilihan-pilihan politik bangsa kita. Ada banyak ujian yang harus dilewati berhubungan dengan pertanyaan penting ini: Apakah demokrasi bisa menjadi bagian dari keberpihakan politik yang berguna bagi kemaslahatan masyarakat? Tidak mudah! Pada intinya semuanya masih dalam tataran perjuangan untuk mewujudkan demokrasi bukan saja sekedar sebagai metode dan mekanisme politik melainkan terutama keberpihakan paling konsisten terhadap hajat kehidupan warga politik di negara kita. Demokrasi harus menghasilkan kehidupan bangsa yang semakin bermartabat dan humanis. Demokrasi harus diluputkan dari kungkungan egoisme politik sekaligus keberdayaan politik demokratis juga mengusahakan kehidupan yang semakin beradab dan manusiawi. Jika demikian maka demokrasi tidak terjerembab sekedar barang permainan para pekerja dan pelaku demokrasi yang hanya memperlakukan demokrasi sebagai asal muasal pencahrian peruntungan kekuasaan. Dan ini harus menjadi iktiar dan jalan hidup dari para suhada demokrasi di tanah air tercinta ini. (EL)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter: Bagaimanakah Peran Praksis Sekolah?

REKOLEKSI ala GEMADORA Kupang (Sebuah Catatan Kisah)

MADING SEKOLAH: Wadah Praktis dan Kreatif untuk Mengasah Kemampuan Menulis