Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Generasi Problem Solver

Gambar
Tak dapat kita pungkiri bahwa sederet masalah kekerasan telah mendera hidup bahkan sering menjadi karakter generasi muda kita. Tawuran, perkelahian, saling memfitnah, pengkroyokan, mem bully , pemukulan guru maupun dosen, pembunuhan, demo anarkis, pemerkosaan dan lain-lain sebagainya itulah mental karakter generasi muda yang lazim terjadi. Yang masih berstatus anak sekolah baik di tingkat SD, SMP, SMA juga telah berani melanggengkan kebiasaan dan karakter ini. Apalagi di tingkat perkuliahan lebih doyan memunculkan praktek ini. Yang sangat memprihatinkan kadang dorongan untuk melakukan kekerasan seperti ini atas dasar kemauan dan inisiatif sadar dari mereka sendiri. Bahkan masalah yang sama terulang lagi tanpa ada solusinya. Budaya diskusi mulai diasingkan bak penyakit menahun yang harus dikucilkan. Permasalahan itu akhirnya membentuk karakter generasi kita sebagai generasi penabur masalah daripada sebagai generasi penyelesai masalah, generasi   problem solver.   Apakah setiap perso

Mulailah Dari Diri Kita

Gambar
Setujukah? Kalau hidup kita itu memang perlu didramatisir. Sampai kapan? Tentunya tidak harus larut terlalu dalam kan? Karena semua yang menyisakan jejak-jejak kadang sampai membuat dada kita sesak. Kata   speechless   barangkali sebagai batasan kita untuk mendramatisir sesuatu yang kita lakukan dan itu merupakan satu bentuk rasa yang kita miliki. Karena itu sudah sepantasnya kita harus mulai berbagi walaupun hanya lewat tindakan kecil untuk kita dedikasikan bagi hidup yang tentunya lebih bermakna. Kita harus memulai. Memulai memang butuh kerja cerdas bukan untuk bekerja keras tapi untuk menjadi pekerja keras. Ayo mulailah dari sekarang, kenapa harus menunggu besok. Mulailah dari sini ya dari diri kita, lingkungan terdekat kita, Mari kita mulai daerah, desa, kampung kita.  Mari kita memulai dengan   action locally and think globally.    Untuk apa? Untuk merubah suatu keadaanyang jauh ke depan dan bukan hanya untuk sekarang tapi untuk hari-hari esok yang panjang atau masa depan kit

Quo Vadis Wibawa Guru?

Gambar
Adalah   Avanish Yadav. Dialah sosok guru idola di Uttar Pradesh, India. Dia begitu dicintai, tak hanya oleh anak didik dan rekan seprofesi, melainkan juga wali murid dan masyarakat di lingkungan tempat dia mengajar. Dia sosok guru yang baik, menyenangkan, dikagumi, dan dihormati. Sampai-sampai, saat dia harus pindah tugas ke sekolah lain, para murid dan orangtua mereka begitu sedih, hingga tak sanggup menahan air mata. Yadav bergabung di sebuah sekolah dasar di Gori Bazar, Devria pada 2009. Kala itu, dia sangat terkejut melihat jumlah siswa yang hadir di sekolah sangat sedikit. Setelah melakukan penyelidikan kecil-kecilan, Yadav mendapat temuan yang sungguh miris. Menurut laman India Times, sebagian besar penduduk desa tersebut adalah buruh harian. Sehingga, mereka mengajak anak-anak untuk ikut bekerja membantu perekonomian. Yadav pun mencoba untuk membuat perubahan. Dia secara pribadi pergi ke setiap rumah di desa itu dan meyakinkan orang tua tentang pentingnya sekolah dan pend

“Aku Pasti Kembali” (Coretan Pengalaman Pribadi)

Gambar
Mentari pagi telah menampakkan raga yang segar. Kesegarannya mempesona alami membangkitkan naluri-naluri alam untuk bertumbuh. Amazing! Kuncup-kuncup bunga di taman pun tak kalah segarnya memamerkan keindahan. Perpaduan dua fenomena alam ini mengisyaratkan pada dunia pada hidup ini selalu indah jika ada cinta yang saling melengkapi. Aku pun jadinya tersentak. Dari tirai jendela kamarku kutatap cerita alam ini dengan rasa yang mendalam. “Seandainya aku adalah matahari dunia akan selalu membutuhkanku. Tapi layakkah aku menjadi manusia yang berguna bagi banyak orang? Aku kan anak desa tinggal pun di desa terpencil mungkinkah ini terjadi? Mustahil ah…. Pagi itu hanya diam membisu tapi kesegaran matanya memberikan rasa optimis yang besar maka segala sesuatu yang mungkin bisa menjadi mungkin. Dalam diam akupun terseret dalam lamunan. Gemerisik dahan-dahan mangga di atap rumah yang terseret angin pagi tak sedikit pun membuyarkan khayalanku. Di balik jeruji jendela kamar mataku menerawang

Pendidikan Imajinatif-Kreatif: Sebuah Harapan Praksis Bagi Pendidikan Anak

Gambar
Kira-kira akhir bulan Juli yang lalu saya mendapat sms dari sebuah nomor baru. Dengan sekejap mata saya langsung membaca isi sms itu. “Selamat siang Pak. Saya Lisa. Asal saya dari Jawa Timur. Profesi saya sebagai guru SM3T penempatan di Sumba Timur tepatnya di sebuah kampung yang lumayan jauh dari kota Waingapu, namanya Waijelu. Kami rencananya di akhir bulan Juli 2016 mau menerbitkan sebuah buku. Untuk itu bisa ya kami minta bapak menulis beberapa penggalan kalimat sebagai testimoni dalam buku kami ini?” Membaca sms dengan pesan seperti ini membuat saya jadi penasaran. Dengan segera saya pun membalas. “Siang ibu guru. Terima kasih atas kepercayaan ini. Tapi saya mau tanya buku yang mau dicetak itu berisi apa?”Selang beberapa detik sms balasan pun muncul. “Buku ini berisi kumpulan puisi-puisi siswa-siswi SMAN Waijelu yang diberi judul: “Bintang jatuh di Langit Waijelu”. Tersentak saya kaget sekaligus kagum. Bukan hanya kagum karena dipercayakan untuk menulis testimoni ini tetapi l

Dampak Media: Tanggungjawab Siapa? (Sebuah Catatan Kontradiktif)

Gambar
Lemah dan rendahnya karakter   (budi pekerti)   anak didik merupakan sebuah persoalan krusial yang terus diperbincangkan dari zaman ke zaman. Kadang muncul pertanyaan klasik, siapa yang harus dipersalahkan? Menjawab pertanyaan ini tentu sangat sulit dan setiap pihak yang dituduh dipastikan akan membela diri dengan menyodorkan beberapa pembelaan secara apologik seraya mencari kambing hitam. Sampai saat ini, upaya untuk membentuk budi pekerti yang luhur di sekolah-sekolah bukannya tidak pernah dilakukan. Akan tetapi, pendidikan moral dan budi pekerti   masih pada tataran   teori dan pengetahuan semata belum masuk dalam tataran praktik.   K emudian, lemahnya proses pendidikan moral ini diperparah oleh lingkungan sekitar yang sepertinya tidak mendukung mereka untuk menjadi orang baik. Penayangan sinetron yang tidak mendidik, penyebaran video porno di beberapa situs-situs internet yang tak terkontrol, hingga kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak. Eksploitasi besar-besaran oleh

RINDU

Gambar
"RINDU..." Rindu kampung dan masa kecilku.. Ada harmoni di sana Semuanya tetap terpatri Membekas dengan indah Tentang romantika kisah-kisah tua Kisah kami anak-anak kampung Waktu itu Yang terurai dalam diam Dalam ruang dan waktu yang terbatas Ah, aku rindu Kugumuli kisah ini dgn rasa yang terpenjara Kupendam dengan rindu Rindu tentangnya Kampungku Kisah masa kecilku (Meja Kerjaku siang ini, 19 September 2016)

Pentingnya Dialog yang Kondusif (Tanggapan Solutif tentang Persoalan Guru Lapor Murid, Orangtua Murid Lapor Guru)

Gambar
Akhir-akhir ini kita mendengar berita cukup heboh dalam ranah pendidikan yaitu konflik internal antara guru dan siswa (orangtua) yang  berbuntut pada tindakan hukum. Misalnya kasus guru yang mencubit siswa di Sidoarjo (Jawa Timur) dan Bantaeng (Sulawesi Selatan) dan siswa yang mencoret-coret tembok di Sleman, Yogyakarta. Fenomena ini menyita beragam tanggapan pro dan kontra dari berbagai pihak. Setiap orang atau kelompok berusaha memberikan tanggapan sesuai dengan kapasitas dan sudut padang masing-masing. Saling menjatuhkan, memfitnah, menyalahkan satu sama lain akhirnya membuat relasi jadi tidak karuan. Setiap oknum mencari pembenarannya masing-masing. Sebenarnya masalah cuma sepele tetapi karena penanganannya tidak cerdas, bermotif ketidakpuasan menyebabkan nuansa saling mengkambinghitamkan sukar diredam. Apalagi setiap orang berusaha menempatkan diri pada posisi yang paling benar tanpa kompromi. Apa memang harus demikian? Terkait dengan masalah ini  mantan Menteri Pendidi

Pendidikan Karakter: Bagaimanakah Peran Praksis Sekolah?

Gambar
Tulisan saya ini sebenarnya terinspirasi dari tulisan Topo Santoso yang dimuat dalam kolom Opini Kompas 16 Juli 2016 dengan judul “Hilangnya Karakter”. Dalam uraiannya Topo Santoso secara gamblang menelaah gagalnya rezim pemerintah saat ini dalam merekrut hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Efek dari kegagalan itu secara real tampak pada fenomena krusial di mana  para hakim yang terpilih terjaring pada praktek suap menyuap (korupsi). Hal ini merupakan sebuah gejalah yang problematis. Masa pelaku pemberantas korupsi juga mempraktekan tindakan korupsi? Sebuah kredibilitas publik yang sangat disayangkan. Hal ini perlu disikapi secara serius jika tidak optimisme publik terhadap upaya rezim untuk memberantas tindak pidana korupsi semakin anjlok. Lalu apa solusi praktisnya? Dalam tulisannya penulis menekankan pentingnya proses atau tahapan penyeleksiannya. Para hakim tipikor yang dipilih harus memiliki selain kapasitas, intergritas yang mumpuni tetapi lebih penting memiliki karak

Pendidikan: Sirkuit Balap atau Taman Belajar?

Gambar
Menarik untuk dicermati tulisan Bukik Setiawan penulis buku Anak Bukan Kertas Kosong. Ia mengibaratkan misi pendidikan bagaikan sirkuit balap dan taman belajar.   Indikator utama sirkuit balap adalah kecepatan. Siapa yang paling cepat mencapai garis akhir akan menjadi juara. Sorak sorai, ucapan selamat dan hadiah menjadi milik sang juara. Sementara, mereka yang tertinggal diabaikan, dicemooh atau bahkan dikeluarkan pada musim balap selanjutnya. Semakin bergengsi sebuah lomba balap, semakin besar dana yang harus disediakan untuk mengikutinya. Semakin sengit pula suasana persaingan antar pembalap dan tim untuk mencapai kemenangan. Dalam sirkuit balap pendidikan, sekolah menjadi pabrikan dan siswa menjadi pembalap. Sekolah negeri yang berkewajiban mendidik semua anak berubah menjadi selektif. Mereka lebih suka menerima murid yang kemampuan akademisnya menonjol, yang memudahkan sekolah mencapai target. Semua harus lulus ujian nasional demi nama baik sekolah. Anak-anak terus menerus

Ini Aku Bukan Kamu

Gambar
Inilah duniaku Bukan duniamu Inilah kisahku Bukan kisahmu Aku dan kamu berbeda Engkau selalu tertawa Aku hanya meneteskan air mata Perih dan perih menumpuk Menggerogoti dinding-dinding raga Mencampakkan mimpi-mimpiku Gelap, tak terarah Membuatku tersungkur Jatuh dan jatuh lagi Engkau di mana? Menatapku dengan tawa? Menangisku dengan pilu? Ah…..munafik Aku tak butuh Walau perih ini milikku Walau sakit ini takdirku Aku tak pernah kalah Aku tak pernah lelah Aku hanya butuh waktu Tuk memenangkan pergolakan ini Karena ini aku bukan kamu Kita beda (EL)

Peserta Didik Bukanlah Botol Kosong

Gambar
Ada curhatan yang menarik dari beberapa guru maupun siswa di saat kami memberikan pelatihan di beberapa sekolah binaan. Mereka mengungkapkan bahwa pelatihan yang kami berikan sangat menarik. Bukan hanya sekedar menarik, pelatihan yang digalahkan MPC NTT ini telah mampu menstimulus, menggali dan mengekspos potensi dan kemampuan para peserta yang selama ini terpendam. Buktinya beberapa siswa yang selama ini pendiam, apatis, kurang kreatif akhirnya mampu menunjukkan kemampuan yang luar biasa. Selain itu masih banyak fenomena buram yang membingkai proses dan metode pendidikan di sekolah-sekolah. Pertanyaannya, seperti apa proses pendidikan ideal yang diharapkan? Proses pendidikan seharusnya menjadi media bagi siswa untuk mengembangkan ide, gagasan dan kreativitasnya. Selayaknya pendidikan memberikan ruang seluas-luasnya bagi pengembangan daya imajinasi, penggalian potensi dan daya kreativitas peserta didik. Namun acapkali terjadi adalah sebaliknya. Proses pendidikan di sekolah seri