Quo Vadis Wibawa Guru?



Adalah Avanish Yadav. Dialah sosok guru idola di Uttar Pradesh, India. Dia begitu dicintai, tak hanya oleh anak didik dan rekan seprofesi, melainkan juga wali murid dan masyarakat di lingkungan tempat dia mengajar. Dia sosok guru yang baik, menyenangkan, dikagumi, dan dihormati. Sampai-sampai, saat dia harus pindah tugas ke sekolah lain, para murid dan orangtua mereka begitu sedih, hingga tak sanggup menahan air mata. Yadav bergabung di sebuah sekolah dasar di Gori Bazar, Devria pada 2009. Kala itu, dia sangat terkejut melihat jumlah siswa yang hadir di sekolah sangat sedikit. Setelah melakukan penyelidikan kecil-kecilan, Yadav mendapat temuan yang sungguh miris. Menurut laman India Times, sebagian besar penduduk desa tersebut adalah buruh harian. Sehingga, mereka mengajak anak-anak untuk ikut bekerja membantu perekonomian. Yadav pun mencoba untuk membuat perubahan. Dia secara pribadi pergi ke setiap rumah di desa itu dan meyakinkan orang tua tentang pentingnya sekolah dan pendidikan. Dalam enam tahun, usaha Yadav benar-benar mengubah anak-anak Desa Gori Bazar. Bocah-bocah yang sebelumnya tak bisa mengeja nama mereka dengan benar, kini mampu berbicara tentang hal-hal internasional. Ikatan dengan penduduk desa dan murid-muridnya pun juga kuat. Sehingga ketika ada berita Yadav akan dipindah, seluruh desa tidak mampu mengendalikan emosi mereka. Mereka menangis kala melepas Yadav pergi ke tugas barunya. Begitu besar dampak yang dia berikan kepada sekolah hingga kepindahannya membuat orang tua dan murid-murid meneteskan air mata. (Tribunews.jambi.com)


Ini adalah satu dari sekian banyak contoh figure guru yang perlu ditiru. Lalu pertanyaannya bagaimana figur guru di daerah kita di zaman ini? Yang perlu digarisbawahi bahwa tidak ada tugas guru yang paling berat kecuali sebagai pendidik. Tugas guru sebagai pendidik sering dikaitkan dengan kepribadian guru.  Ini tidak dapat dielakkan lagi! Filosofi guru sebagai figur yang digugu dan ditiru akan melekat dengan kepribadian guru. Guru digugu karena ilmu yang diberikan guru pastilah ilmu yang bermanfaat bagi muridnya. Guru ditiru karena sikap dan tingkah laku memang pantas dicontoh atau diteladani. Orang sudah banyak yang mengetahui hal ini sejak dulunya. Jika guru belum sanggup memakaikan filosofi tersebut. Alangkah sulitnya menegakkan wibawa guru di mata siswa, bahkan di mata masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Melemahnya wibawa guru juga jika ada kesenjangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilaksanakannya; kesenjangan antara ucapan dengan fakta. Ketidaksesuaian antara ucapan dengan kenyataan boleh jadi awal dari melorotnya wibawa guru di mata siswa. Disinilah, mungkin perlu adanya  keterbukaan diri pribadi seorang guru. Melihat kekurangan dirinya, mengakui kelemahan pribadinya, dan berusaha memperbaikinya. Toh, siswa juga akan memaklumi bahwa manusia, termasuk guru, tak luput dari kekurangan. (EL)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter: Bagaimanakah Peran Praksis Sekolah?

REKOLEKSI ala GEMADORA Kupang (Sebuah Catatan Kisah)

MADING SEKOLAH: Wadah Praktis dan Kreatif untuk Mengasah Kemampuan Menulis