Pendidikan Imajinatif-Kreatif: Sebuah Harapan Praksis Bagi Pendidikan Anak
Kira-kira akhir
bulan Juli yang lalu saya mendapat sms dari sebuah nomor baru. Dengan sekejap
mata saya langsung membaca isi sms itu. “Selamat siang Pak. Saya Lisa. Asal
saya dari Jawa Timur. Profesi saya sebagai guru SM3T penempatan di Sumba Timur
tepatnya di sebuah kampung yang lumayan jauh dari kota Waingapu, namanya
Waijelu. Kami rencananya di akhir bulan Juli 2016 mau menerbitkan sebuah buku.
Untuk itu bisa ya kami minta bapak menulis beberapa penggalan kalimat sebagai
testimoni dalam buku kami ini?” Membaca sms dengan pesan seperti ini membuat
saya jadi penasaran. Dengan segera saya pun membalas. “Siang ibu guru. Terima
kasih atas kepercayaan ini. Tapi saya mau tanya buku yang mau dicetak itu
berisi apa?”Selang beberapa detik sms balasan pun muncul. “Buku ini berisi
kumpulan puisi-puisi siswa-siswi SMAN Waijelu yang diberi judul: “Bintang jatuh
di Langit Waijelu”. Tersentak saya kaget sekaligus kagum. Bukan hanya kagum
karena dipercayakan untuk menulis testimoni ini tetapi lebih substansial lagi
kagum dengan usaha yang kreatif dari para guru SM3T ini. Kreatif karena
mereka mampu menggali potensi-potensi anak-anak di kampung ini. Saya yakin
mereka menggunakan pendekatan mengajar dan mendidik di luar dari kebiasaan yang
ada. Karena memang tidak mudah mengajar anak-anak di kampung ini.
Saya coba
membandingkan pengalaman saya selama setahun di wilayah ini semasa menjadi
seorang Frater TOP. Sangat tidak mudah. Anak-anak di kampung ini cepat sekali
bosan atau jenuh jika cara pendekatan dan mengajar kita cenderung monoton.
Apalagi kebanyakan karakter anak-anak di kampung ini cenderung pasif.
Berhadapan dengan karakter mereka yang demikian saya menggunakan cara-cara atau
strategi di luar dari kebiasaan mereka. misalnya mengajar mereka sambil
bernyanyi dengan iringan gitar. Sangat komplit walaupun jujur saya harus akui
bahwa keterampilan bermain gitar saya juga masih pas-pasan. Selain mengajar
kami juga melakukan kegiatan kemping bersama dengan menawarkan berbagai
perlombaan yang selama ini jarang mereka lakukan antara lain, lomba berpuisi,
cerdas cermat, bernyanyi dan berpantun. Alhasil dengan cara ini mereka semakin
termotivasi untuk mengembangkan kemampuan kreatif yang mereka miliki. Sehingga
secara tidak langsung mereka juga diajak untuk menyadari bahwa di dalam diri
mereka tersimpan begitu banyak kemampuan yang bisa dimanfaatkan dan
diberdayakan.
Singkat cerita
saya mau katakan bahwa mengajar anak-anak di kampung ini (bahkan juga di
tempat-tempat lain) harus butuh pendekatan yang kreatif dan imajinatif. Hal ini
karena kecenderungan karakter-karakter anak-anak di kampung pada umumnya
cenderung pasif. Mungkin karena sudah terbentuk secara natural oleh alam atau
kondisi lingkungan hidup mereka. Tetapi bukan berarti mereka bodoh. Kebanyakan
mereka punya potensi dan kemampuan eksistensial yang masih tertutup rapih.
Keberadaan mereka ini bisa dianalogikan seperti emas murni yang terselimut
dalam gumpalan wadas dan tanah yang tebal. Untuk menemukan emas murni, gumpalan
itu harus digosok secara terus menerus. Sama halnya dengan mereka. Untuk
membangkitkan semangat dan kemauan mereka agar dapat mengembangkan dan
mengaplikasikan kreativitas yang dimiliki harus dituntun secara perlahan dan
harus dibiasakan. Menjadikannya sebagai habitus baru. Ini tidak mudah karena
karakter anak-anak kampung seperti ini sudah mengakar kuat dalam diri mereka.
Bahkan karakter ini telah membudaya dalam kebiasaan harian mereka. Untuk itu
sangat diperlukan sebuah strategi atau pendekatan baru. Strategi atau
pendekatan baru yang dapat membuat mereka bisa keluar dari zona nyaman
kebiasaan hidup mereka. Mereka harus dibawa keluar dari kebiasaan yang “apa
adanya” dan yang cenderung otomatis. Pendekatan baru ini harus dikonsepkan dan
diimplementasikan secara berbeda dengan cara yang kreatif, variatif dan
imajinatif. Dengan demikian dengan pendekatan (pendidikan) yang baru
tersebut secara perlahan mereka dituntun untuk bisa keluar dari kungkungan zona
nyaman hidup mereka yang cenderung tidak membawa perubahan. Pendekatan
(pendidikan) yang imajinatif dapat dijadikan sebagai konsep pendidikan yang
solutif.
Makna Pendidikan Imajinatif
Saya coba mendalami makna pendidikan imajinatif dari sudut pandang
filsafat. Jika kita berbicara pendidikan imajinasi dari sudut pandang filsafat
maka pemikiran ini tidak terlepas dari budaya dan karakter hidup masyarakat
Yunani Kuno (http://www.academia.edu). Bagi masyarakat Yunani kuno, imajinasi
memiliki peran sentral dalam rangkaian mitologi yang mereka miliki. Mitologi yang mereka ciptakan adalah jawaban
dari berbagai persoalan yang mereka alami setiap hari. Melalui hal yang
sama, mereka berusaha menjawab asal-usul
dunia dan fenomena-fenomena alam yang terjadi di sekitar mereka.
Mitologi dalam
konsep pemikiran ini dapat dikatakan sebagai
sebuah penjelasan rasional yang menghubungkanantara berbagai macam pertanyaan yang muncl dengan
realita yang ada. Dalam arti tertentu, imajinasi yang telah terwujud dalam
mitos adalah perahu yang menghubungkan antara
pertanyaan-pertanyaan manusia dengan realita yang ada. Kendati, belum tentu benar, imajinasi yang berupa
mitos menjadi jawaban yang melegakan
bagi manusia. Uniknya,
mitologi ini selalu berkembang dari waktu ke waktu. Hal tersebut
dapat diamati dari perkembangan karya-karya seni dan sastra yang mereka miliki.
Secara tidak langsung, hal tersebut menunjukkan bahwa mitologi Yunani
sendiri juga mengalami perkembangan dan perubahan.
Tentunya, hal tersebut dipengaruhi langsung oleh perkembangan imajinasi
masyarakat Yunani yang juga terus berubah dan berkembang. Dalam
konteks dunia pendidikan, imajinasi juga memiliki peran yang penting
sebagai salah satu komponen dalam pengembangan suatu proses pendidikan. Dalam
tahap tertentu, imajinasi melatarbelakangi lahirnya metode pendidikan
dalam hal pengajarandanpembelajaran. Imajinasi bahkanmempunyai andil dalam lahirnya metode-metode pendidikan yang melampaui batasan-batasan yang sudah ada. Dengan pengembangan imajinasi di dalam
dunia pendidikan terjadilah sebuah proses pendidikan yang berkelanjutan dan
selalu baru.
Pendidikan
Imajinatif dan Tantangannya
Pentingnya
imajinasi sebagai bagian dari proses pendidikan tidak perlu diragukan lagi.
Saat ini, di dunia pendidikan,telah muncul banyak kelompok-kelompok pemerhati
pendidikan yang mendiskusikan dan saling memberi masukan tentang pentingnya
peranan imajinasi kreatif dalam dunia pendidikan. Salah satunya misalnya
diskusi yang digalahkan oleh Media Pendidikan Cakrawala NTT pada tanggal 22
Juli 2016 baru-baru ini. Diskusi pendidikan yang bertemakan Bangkitlah Gerakan
Mahasiwa dengan dihadiri narasumber utama yakni Eko Prasetyo (Penulis dan
Direktur Social Movement Intitute). Dalam diskusi ini ada point utama yang
ditekan yaitu sangat pentingnya pembudayaan pendidikan
imajinatif-kreatif. Pendidikan imajinatif-kreatif harus menjadi habitus
baru dalam dunia pendidikan. Pendidikan imajinatif harus mampu mengobati
“sakitnya” pendidikan otomatis-monoton akibat sebuah regulasi atau kebijakan
tertentu. Pendidikan imajinatif harus mampu memoles sebuah mekanisme pendidikan
yang monoton menjadi dinamis sesuai potensi dan kemampuan insan terdidik. Untuk
itu perlu dibenah paradigma pendidikan lama yang cenderung kaku dan otoriter
dengan paradigma pendidikan baru yang lebih imajinatif dan kreatif. Hal ini
harus diberlakukan dan dilaksanakan oleh semua pelaku pendidikan baik di
lembaga formal maupun informal, baik di sekolah maupun di kampus.
Bukan hanya itu jika kita merunut kebelakang, pada sekitar tahun 2003
juga pernah lahir sebuah kelompok para pemerhati pendidikan
yang tergabung dalam sebuah konferensi internasional yang terkait dengan
pendidikan dan imajinasi. Konferensi ini lahir
dari sebuah keprihatinan untuk mengusahakan proses belajar dan mengajar yang
efektif disaat menghadapi berbagai sikap dan perilaku, padatnya aneka kurikulum dan
kompleksnya tingkatan status di dalam masyarakat saat ini. Proses pemikiran yang imajinatif dan
kreatif menjadi jalan pembuka bagi proses belajar dan pengajaran tersebut.
Dalam konferensi ini disarankan agar “We need to think about thinking and
learning in much more imaginative ways'” (Kita
perlu berpikir tentang bagaimana belajar dan berpikir dengan cara-cara yang
imajinatif).
Dalam konferensi pada tahun 2008 dihadiri oleh 140 delegasi yang berasal
dari 20 negara. Dalam arti tertentu, konferensi ini menjadi penanda bahwa
bentuk pendidikan imajinatif telah menjadi perhatian dunia
internasional. Pentingya kebutuhanuntuk memberikan pendidikan yang berkualitas bagi para peserta didik adalah alasan utama
dari munculnya perhatian dan gerakan ini. Namun
dalam praksisnya bagaimana? Ternyata cita-cita ini tidak mudah dijalankan. Ada
dua faktor yang dapat menjadi penghalangnya, antara lain, pertama, seringkali
model pendidikan imajinatif dan kreatif membutuhkan perhatian dan tenaga yang
lebih dalam mewujudkannya. Kedua, seringkali pula, model
pendidikan yang kreatif juga membutuhkan sarana-sarana yang tidak serta
merta dengan mudah diperoleh. Kekurangan tenaga dan sarana-sarana dalam
dinamika pendidikan inilah menjadi tantangan terbesar bagi terbentuknya sebuah model pendidikan imajinatif dan kreatif. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa
model pendidikan imajinatif dan kreatif sama sekali tidak bisa
diwujudkan. Untuk mewujudkan
cita-cita tersebut, kita perlu berani untuk membatasi diri untuk
tidak mudah berkompromi pada kekangan habitus hidup yang cenderung
melumpuhkan daya-daya imajinatif dan kreatif kita. Selain itu peran dan
dukungan materil dan moril dari semua stakeholder pendidikan juga sangat
diperlukan untuk melanggengkan dinamika dari model pendidikan seperti
ini. Karena sehebat-hebatnya sebuah konsep tanpa dukungan praksis baik moril
maupun materi maka konsep briliant itu hanya tetap sebatas konsep tanpa
realisasinya. Kalaupun dapat direalisasikan dampaknya hanya untuk kepentingan
segelintir orang. Dengan demikian masalah pendidikan tetap mengerucut pada penyebab
dan sebab yang sama. (EL)
Komentar
Posting Komentar