Jadi Produktif, Hindari Ciri Manusia Satu Dimensi


Semenjak ditetapkan kebijakan terkait moratorium test CPNS/CPNSD pada rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bebas masalah. Masalah yang nyata adalah makin meningkatnya angka pengangguran bagi usia-usia produktif. Kebijakan ini cukup pelik disiasati ketika sikap manja pada ajang tahunan ini sudah menumpulkan daya kreativitas. Efek yang terjadi adalah posisi dan kondisi masyarakat pencari lapangan kerja mengalami kegalauan dan dilema. Yang lebih merasakan ini adalah generasi muda pemegang ijazah. Kegalauan dan kedilemaannya  menjadikan mereka mati suri kepercayaan dirinya. Lebih menyedihkan lagi bingung dengan ijasah atau gelar akademis yang disandangnya. Bahkan ada kebanyakan dari mereka tidak bisa berbuat apa-apa, pasrah pada keadaan yang mereka alami. Jika hal ini dibiarkan berlangsung dalam rentetan waktu yang lama maka akan ada babak baru penciptaan manusia-manusia stres akan eksistensi dirinya. Jika keadaan ini  terus dipaksakan atau tidak dimanage secara bijak maka akan dibuntuti tindakan-tindakan brutal sebagai bentuk pengekspresian diri, peluapan rasa stres misalnya bunuh diri maupun tindakan kriminalitas atau kejahatan lainnya. 

Lalu bagaimana?

 Dalam posisi ini mau tidak mau semua elemen percerdas kehidupan bangsa ini harus mengambil opsi bersama terkait upaya memanage efek lanjut dari persoalan ini. Dua lembaga yang paling tidak memiliki peran besar adalah pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan. Bagi lembaga-lembaga pendidikan perlu memperdalam dan mengkaji ulang sisi pengedukasiannya. Pengedukasian yang diberikan bukan semata-mata melahirkan output yang sekadar memegang ijasah dan menyandang gelar tetapi memiliki kapasitas dan kreativitas dalam memberdayakan dirinya dalam situasi dan kondisi apapun. Untuk itu kurikulum pendidikan yang diimplementasikan di lembaga-lembaga pendidikan paling tidak sebesar mungkin memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengasah skill sesuai potensi dirinya. Hal ini bukan berarti ruang pengedukasian itu diberikan sebebas-bebasnya. Harus ada aturan internal yang mengikatnya namun tanpa mengkerdilkan atau mengekang skill-skill potensial yang dimiliki peserta didik. 


Berikutnya adalah peran pemerintah. Pemerintah sebagai kepala rumah tangga suatu daerah seharusnya memiliki cakrawala pemikiran yang luas terkait dengan kemampuan mengenal potensi-potensi daerah dan masyarakat yang bisa diberdayakan. Setelah memahami benar potensi-potensi ini pemerintah perlu membuat kebijakan-kebijakan pendukung yang mana membuka ruang-ruang bagi setiap generasi daerah untuk mengekpresikan dan mengimplementasi kemampuan-kemampuan atau skillnya yang dimilikinya. Terkait dengan ruang-ruang pengembangan potensi diri tidak harus berskala besar. Intinya bahwa ruang-ruang pemberdayaan itu mampu mengakomodir potensi-potensi diri  setiap generasi yang ditumbuhkan dan dikemas baik semenjak di lembaga pendidikan sekaligus bisa menghidupi diri mereka sendiri. Jika ruang-ruang pemberdayaan itu bisa menghidupi diri mereka sendiri maka pikiran ketergantungan akan belas kasihan orang lain bisa diminimalisir. Yang terjadi adalah mereka akan jadi generasi yang matang secara berkepribadian, produktif secara kemandirian dan mantap secara ekonomis. Memang upaya ini tidak mudah. Butuh kerjasama dan kepekaan lintas sektor sembari membatasi sikap ego antar diri dan kelompok (lembaga).

 Dan yang terakhir adalah peran setiap pribadi. Setiap pribadi kita harus mampu mengaktualisasikan potensi diri kita sendiri. Aktualisasi diri mengandaikan adanya kemampuan, skill setiap diri yang terus menerus diberdayakan. Kita tidak boleh menjadi manusia satu dimensi (one dimensional man) yang hanya bisa meniru, tidak produktif dan kreatif. Kita harus menjadi manusia yang kreatif. Menjadi manusia yang kreatif berarti dia harus memiliki kemampuan atau kreativitas ganda. Jika demikian ia mempunyai porsi yang besar untuk menangkap setiap peluang pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Dan di sana ada kreasi bagi diri kita untuk memberdayakan diri menjadi pribadi yang produktif. (EL)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter: Bagaimanakah Peran Praksis Sekolah?

REKOLEKSI ala GEMADORA Kupang (Sebuah Catatan Kisah)

MADING SEKOLAH: Wadah Praktis dan Kreatif untuk Mengasah Kemampuan Menulis